Menu hari ini sudah direncanakan oleh istri kita, yaitu sarapan pagi hari ini nasi goreng dan ceplok telor. Untuk makan siang sambel, lalab, sayur asem, goreng ikan asin dan kerupuk. Untuk makan malam, sambel goreng, ayam goreng dan sayur sop. Kita sebagai suami jangan membuat menu lagi, sebab nanti bisa-bisa kita bertengkar. Yang penting kita terima beres.
Seharusnya bukan merencanakan daftar menu, tetapi bagaimana suami mencari uang yang banyak, tetapi bagaimana suami mencari uang yang banyak? Kaedahnya adlah demikian “Tidak usah repot membuat rencana, sebab sudah ada pihak lain yang membuat rencana untuk dirimu”.
Seorang pegawai negeri tidak usah memikirkan bagaimana mencari uang untuk membayar pegawai negeri. Yang penting bagaimana pegawai negeri itu bekerja dengan baik sehingga ada peningkatan produksi dan produktifitas. Kaedahnya diulangi lagi :” Selagi suudah ada yang merencanakan, buat apa kamu capek-capek membuat rencana lagi”.
أَرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيْرِ, فَماَ قاَمَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لاَتَقُمْ بِهِ أَنْتَ لِنَفْسِكَ
Artinya :” Jangan buat repot dirimu membuat rencana. Bila sudah ada pihak lain yang melakukan untuk dirimu, kamu tidak usah melakukan sendiri”.
Rencana dalam bahasa Arab “Tadbir” secara bahasa artinya melihat akibat di belakang” Adbaro” artinya membelakangi, “Dubur” artinya lubang pantat. Jadi secara istilah Tadbir itu artinya memperkirakan atau memprediksi apa yang bakal terjadi di masa-masa mendatang, apa yang dikhawatirkan dan apa yang dihrapkan lalu diambil keputusan.
Atau dengan gambaran lain perencanaan adalah mempersiapkan segala sesuatu untuk mencapai tujuan di masa mendatang dengan mempelajari hambatan-hambatan apa yang bakal terjadi. Sehingga tindakan antisipasi terhadap berbagai kesulitan yang bakal terjadi, yang diperkirakan dapat menggagalkan tujuan yang hendak dicapai adalah termasuk dalam perencanaan.
Hanya nanti tergantung pada putusan terakhir, bila disertai dengan kepasrahan diri kepada Allah, maka itu urusan akherat, karena ada niat baik. Bila bersifat alami itu namanya ambisi. Bila bersifat duniawi itu namanya keinginan.
Dari penjelasan di atas, maka ada tiga kategori Tadbir yaitu pertama Tadbir yang tercela, kedua Tadbir yang diperlukan atau dianjurkan dan ketiga Tadbir yang diperbolehkan (mubah).
Tadbir yang pertama (yang tercela) yaitu yang disertai dengan sikap memastikan. Mentargetkan sesuuatu dengan pasti, baik urusan dunia, maupun urusan agama. Karena dalam hal seperti itu, ada satu kesalahan yaitu kurang sopan terhadap Allah, dan akan menimbulkan kelelahan pada dirinya.
Selagi sudah direncanakan oleh Allah apa yang kamu perlukan, lalu untuk apa kamu ikut merencanakannya. Pada Galibnya rencanamu tidak dapat merobah angin takdir. Malah sebaliknya akan membuat pikiranmu semakin keruh dan gelisah.
Bila kita sudah tidak lagi berencana, sejak itu akan tenang tentram. Sebaiknya, untuk itu, kita serahkan saja kepada Allah yang mengatur.
Rasulullah bersabda :
إِنَّ اللهَ جَعَلَ الرَّوْحَ وَالرّاحَةَ فىِ الرِّضى وَالْيَقِيْنَ
Artinya : “Sesungguhnya Allah membuat ketenangan dan ketentraman adalah (pada saat orang itu) dalam keadaan pasrah diri (senang dengan keputusan Allah) dan yakin.
Untuk itu yang baik adalah, kita tidak usah memilih dalam persoalan apapun biar saja Allah yang memilihkan dan kita tinggal terima beres.
Kalaupun seandainya kita disuruh untuk memilih, maka baiklah kita terpaksa memilih, tetapi ketika ditanya apa pilihanmu, maka kita jawab “Pilihanku adalah tidak memilih”
Allah berfirman :
وَرَبُّكَ يَخْلُقُ ماَ يَشاَءُ وَيَخْتاَرُ (القصص :68)
Artinya :”Dan Tuhanmu mencipta apa yang dikehendaki dan memilih”
Selain itu, memang ada satu jenis perencanaan dalam hidup yang dituntut oleh Allah , yaitu perencanaan tentang bagaimana melaksanakan kewajiban-kewajiban agama terhadap diri kita. Termasuk segala sesuatu yang menjadi anjuran agama (sunnah). Tetapi disamping itu tetap harus melekat pada sikap penyerahan kehendak kepada Allah dengan melihat kekuasaan-Nya. Perencanaan ini disebut dengan “niat Baik”.
Dalam rangka itu, Nabi Muhammad SAW bersabda:
نِيَّةُ الْمُؤْمِنِ خَيْرٌ مِنْ عَمَلِهِ
Artinya :”Niat seorang yang beriman lebih baik dari amalnya”.
Juga dalam hadis qudsi dikatakan :
إِذاَ هُمْ عَبْدِي بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهاَ كُتِبَتْ لَهُ حَسَنَةً كاَمِلَةً
Artinya :” Ketika seorang hamba ingin berbuat baik, lalu belum sampai dapat dilaksanakan, maka ditulis sebagai kebaikan secara penuh”.
Ibrahim AL Khawas berkata, untuk mendukung pengertian di atas, bahwa ilmu itu tersimpul dalam kalimat saja. Yaitu: 1. Jangan memaksakan diri untuk meraih lebih dari kecukupan 2. Jangan menyianyiakan fasilitas yang sudah dicukupi, yang pertama itulah yang tercela dan yang kedua adalah yang terpuji.
Kewajiban-kewajiban syariat dengan segala prosedurnya berada di luar kewenangan kita. Karena itu merupakan ketentuan Allah, yang kita tidak boleh lain, hanya mengatakan “siap kami laksanakan”. Ini yang disebut dengan fiqih Robbani dan ilmu Ilhami, sebagaimana landasan utama bagi bandingnya ilmu hakikat yang diberikan kepada hamba Allah yang telah dewasa. Yang dimaksudkan dewasa di sini adalah kesempurnaan akal dan kelengkapan ma’rifat serta keseimbangan antara hakikat dan syari’at. Tetapi sekalipun demikian, seyogyanya tidak selalu berada dalam ambang sadar, karena nantinya akan melupakan diri kita dari berdzikir kepada Allah.
Adapun perencanaan mubah, artinya boleh memilih, adalah perencanaan tentang persoalan dunia atau alam, tetapi jga masih dalam wilayah penyerahan kehendak kepada Allah dengan melihat kekuasaan-Nya. Yakni tidak melakukan klaim ketika berhasil dan tidak mencari kambing hitam ketika gagal. Untuk itu Rasulullah bersabda :
التَّدْبِيْرُ نِصْفُ الْمَعِيْشَةِ
Artinya: “perencanaan adalah separuh kehidupan”
Tetapi inipun dengan syarat tidak dilakukan terus menerus, sehingga akan menghabiskan segala energy. Jadi kadar yang diperbolehkan adalah sebatas melewati dan melintasi fikiran, seperti semilir angin, sekejap, selintas angin berlalu, tidak melekat dan menetap dalam fikiran kita. Inilah yang disebut dengan perencanaan genius yang dimiliki hamba-hamba Allah yang arif. Indikasinya, ketika mengalami kegagalan, tidak kecewa dan tidak putus asa. Seorang penyair berkata :
سَلِّمْ لِسَلْمَى وَسِرْ حَيْثُ سَاْرَتْ # وَاْتْبِعْ رِياَحَ الْقَضَى وَدُرْ حَيْثُ داَرَتْ
Artinya: ”Serahkan saja dirimua kepada Salma, berjalanlah kemana saja dia berjalan. Ikutilah angin takdir dan berputarlah kemana saja angin berputar”.
Nanti di penghujungnya, dapat kita simpulkan lebih singkat dan lebih mudah, yaitu seperti demikian:
Apa saja yang mendapat predikat terpuj dan tercela, adalah sangat ditentukan oleh bagaimana akibat berikutnya, sehingga rumusnya adalah perencanaan yang tercela adalah akibat yang embuat sibuk sehingga lupa kepada Allah, menghambat kegiatan-kegiatan peribadatan dan mengganggu hubungan kemesraan dengan Allah. Sedangkan perencanaan yang terpuji adalah yang berakibat dapat mendekatkan diri kita kepada Allah dan berkesampatan untuk melakukan segala sesuatu yang menyenangkan Allah (mardlotillah).
(B-KHASY)
Jumat, November 04, 2011
PERENCANAAN (TADBIR)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
HOT NEWS
MEMILIH UNTUK TIDAK MEMILIH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar